Medang Kemulan (Nagari Purwa Carita)
Setelah sekian lama melangkahkan kaki
tak tentu arah, masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung,
sampailah Togog di tengah perjalanan bertemu dengan sekelompok raksasa
yang tengah berjalan beriringan, berbaris-baris bersenjata lengkap.
Togog segera sadar bahwa dirinya tengah berhadapan dengan selaksa
pasukan bala tentara raksasa yang sepertinya tengah melakukan
perjalanan menuju medan tempur. Terlanjur untuk menghindar, Togog
sudah lebih dulu dipanggil dengan bentakan suara yang kasar dan garang
oleh salah satu raksasa yang berdiri paling depan diantara raksasa
lainnya. Dari busana yang disandangnya, Togog sudah bisa menebak bahwa
yang memanggilnya pastilah pimpinan laskar balatentara raksasa
tersebut. Tidak salah, Togog memang sedang berhadapan dengan Prabu
Bubaksangkala.
Raja raksasa yang
buruk muka, kasar dan beringas itu bertanya kepada Togog. Ia
menanyakan arah menuju negara Purwa Carita. Togog yang juga memang
sudah tahu bahwa Srigati putra Wisnu telah mendirikan kerajaan Purwa
Carita di bumi Medang memberi tahukan, tapi ia juga bertanya kepada
Prabu Bubaksangkala yang menjadi tujuannya ingin menuju Purwa Carita
dengan membawa laskar perang yang begitu banyak. Dengan jumawanya
Bubaksangkala sesumbar bahwa ia akan melakukan begal pati, merampok dan
menjarah seluruh kekayaan negeri Medang.
Togog
menasehati agar Prabu Bubaksangkala mengurungkan niatnya memerangi
negeri Medang, sebab negeri tersebut dipimpin oleh seorang raja yang
menjadi keturunan dewata.
Prabu
Bubaksangkala tidak peduli dengan nasehat Togog. Ia memaksa Togog
untuk ikut bersama dengan rombongannya menjadi penunjuk jalan menuju
arah negeri Medang. Mau tidak mau Togog menuruti perintah
Bubaksangkala mengikuti rombongan mereka ke negeri Medang.
Iring-iringan
pasukan Prabu Bubaksangkala segera menuju negeri Medang. Namun di
tengah perjalanan, di dalam rimba belantara, barisan laskar raksasa itu
terhenti. Di tengah jalan yang akan dilalui mereka terbujur sosok
tinggi besar yang tengah tertidur menghalangi jalan. Sosoknya luar
biasa sangat besar, melebihi besarnya tubuh Prabu Bubaksangkala
sendiri.
Prabu Bubaksangkala
menggeram marah, ia merasa perjalanannya telah dirintangi, maka ia
segera memberi perintah kepada pasukannya untuk menyeret paksa
menyingkirkan sosok raksasa tersebut. Togog kembali mencoba
menghalangi niat Prabu Bubaksangkala, ia yang sudah tahu siapa yang
sedang tertidur pulas itu menjelaskan kepada Bubaksangkala. Togog
sendiri sebenarnya merasa terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu
dengan Batara Kala di tengah rimba belantara yang akan dilaluinya
bersama pasukan Bubaksangkala.
Togog
sudah memberi peringatan bahaya jika mereka menggangu ketenangan
tidur Batara Kala. Namun untuk kedua kalinya Bubaksangkala tidak
menghiraukan nasehat Togog. Acungan pedang sebagai tanda serang telah
dikumandangkan. Pasukan bala tentara raksasa segera mengepung,
melompat siaga menyergap sasarannya. Togog cari selamat melarikan
diri. Ia tidak ingin jati dirinya diketahui oleh Batara Kala. Ia
sembunyi disemak belukar menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Batara
Kala tergugah dari tidurnya, ia menggembor marah karena tidurnya
merasa terganggu. Perang tanding pun tidak terelakan. Pertempuran yang
tidak seimbang. Bubaksangkala mengeroyok Batara Kala dari segala
penjuru. Mereka menerkam bagaikan sekumpulan singa lapar yang siap
mengoyak daging buruannya.
Yang
dilawan bukan sembarang raksasa, tetapi putra sanghyang pramesti. Walau
dikepung dari segala penjuru, Batara Kala mampu menandingi serangan
Bubaksangkala dan seluruh pasukannya.
Dengan
kesaktiannya, akhirnya Batara Kala dapat memenangkan pertempuran.
Bubaksangkala bertekuk lutut dihadapan Batara Kala. Ia meratap memelas
memohon ampun dan berjanji untuk mengabdi. Batara Kala mengampuni
musuhnya.
Namun dengan sangat licik
Bubaksangkala mempengaruhi Batara Kala untuk bergabung menyerang
negeri Medang, dengan iming-iming Batara Kala akan dijadikan raja di
negara tersebut. Tanpa berpikir panjang Batara Kala menyetujui gagasan
Bubaksangkala, maka mereka pun lalu bersekutu melanjutkan perjalanan
menyerbu Medang Kemulan.
Togog mengikuti arah langkah kaki mereka dari jauh.
Dalam
perjalanan menuju Medang Kemulan, balatentara raksasa yang dipimpin
oleh Batara Kala dikejutkan dengan penampakan sosok tubuh yang
melayang-layang di udara, Sosok itu berkilauan tertimpa sinar matahari.
Lamat-lamat sosok tersebut terlihat menyerupai sosok seorang wanita.
Ya! seorang wanita yang sedang kebingungan, seperti sedang mencari-cari
sesuatu.
Bubaksangkala kembali
menghasut Batara Kala untuk segera mengejar sosok wanita tersebut. Ia
membisikan kepada Batara Kala bahwa wanita yang sedang melayang-layang
diudara itu tidak lain adalah seorang dewi dari kahyangan. Sangat
pantas jika bersanding dengan Batara Kala nanti saat menjadi raja di
Medang Kemulan.
Mendengar kata-kata Bubaksangkala, Batara Kala segera mengejar.
Sang
dewi adalah dewi Srinadi putri Batara Wisnu yang keluar dari istana
Untarasegara karena ingin sekali bertemu dengan kakaknya, Sri
Mahapunggung di marcapada. Namun sang dewi merasa tersasar sehingga dia
kebingungan kemana arah negeri Medang Kemulan.
Saat
masih dalam kebingungan, dewi Srinadi terkejut melihat sosok raksasa
tinggi besar tengah mengejar dirinya. Srinadi segera terbang
secepat-cepatnya, menghindari si raksasa. Ia sangat ketakutan dengan
kehadiran Batara Kala. Kejar-kejaran pun terjadi diangkasa raya.
Kini
Bubaksangkala tidak peduli lagi dengan Batara Kala yang sedang
mengejar-ngejar dewi Srinadi. Justru ia merasa bebas dari perbudakan
Batara Kala, dan segera memimpin kembali pasukannya untuk menyerang
Medang Kemulan.
Dewi
Srinadi terus dikejar oleh Batara Kala. Tanpa disadari keduanya sudah
berada dalam wilayah negeri Medang Kemulan. Dewi Srinadi segera menukik
ke bumi mencari perlindungan. Dengan bersembunyi di daratan tentu
lebih aman tidak mudah terlihat, pikir Srinadi. Secepat kilat Srinadi
menukik dan lenyap diantara sekumpulan tanaman padi.
Batara
Kala celingukan mencari buruannya, tetapi ia sangat yakin bahwa
buruannya telah bersembunyi diantara tanaman padi, maka ia pun menukik
ke bumi bersembunyi diantara tanaman padi. Batara Kala merubah wujudnya
menjadi seekor belalang besar berwarna coklat yang hinggap di tanaman
padi. Penyamaran tersebut dimaksudkan agar tidak dapat terlihat.
Matanya terus mencari-cari persembunyian dewi Srinadi.
Bubaksangkala
dan pasukannya sampai juga di Medang Kemulan. Dalam penyerangan
Bubaksangkala ke negeri Medang menggunakan taktik membuat kerusuhan
dengan jalan merubah diri mereka menjadi hama dan binatang2 perusak
padi. Bubaksangkala dan pasukannya merubah wujud masing2, mereka
berpencar merusaki tanaman padi agar para petani di Medang Kemulan
mengalami gagal panen, hingga akhirnya nanti semua rakyat dan prajurit
Medang Kemulan menjadi kelaparan, saat itulah musuh akan menjadi lemah
dan mudah dikalahkan.
Batara Kala
yang sedang merubah wujud dan mengintai buruannya jadi merasa heran,
sebab banyak sekali hama sawah yang terbang berseliweran merusaki
tanaman padi.
Rakyat
Medang merasa resah dengan adanya ribuan hama sawah yang merusaki
tanaman mereka. Khawatir akan gagal panen, maka mereka mengadu kepada
Sri Mahapunggung.
Dihadapan Sri Mahapunggung mereka menceritakan peristiwa yang sedang dialami.
Semar
menganjurkan agar Prabu Sri Mahapunggung membuka bathin meminta
petunjuk, karena menurut Semar kejadian tersebut sepertinya bukan hal
yang sewajarnya. Sri Mahapunggung menuruti anjuran Semar, ia lalu
mengheningkan cipta. Dan beberapa saat kemudian munculah Batara Wisnu
dihadapan Sri Mahapunggung. Kepada sang putra, Wisnu memberi tahu bahwa
negeri Medang sedang diserang oleh sekelompok pasukan raksasa yang
dipimpin oleh Bubaksangkala.
Setelah
mendapat petunjuk dari ayahandanya, Prabu Sri Mahapunggung segera
memerintahkan Mahapatih Sadana dan Senopati Puring Gading untuk
menyiapkan pasukan yang akan dipimpinnya secara langsung.
Sebelum
meninggalkan negeri Medang, Batara Wisnu terlebih dahulu mendatangi
daerah pesawahan yang sedang dijajah bangsa hama. Ia mendatangi salah
satu tanaman padi, lalu mengeluarkan kesaktian yang dapat menghembuskan
angin kencang di sekitar tanaman tersebut. Seketika dari salah satu
tanaman padi munculah Batara Kala.
Batara
Kala yang sudah pernah bertemu dengan Wisnu dalam penyamaran dalang
Kandhabuana merasa heran bisa bertemu lagi dengan Ki dalang. Sebelum
rasa heran Batara Kala terjawab, Batara Wisnu memerintahkan Batara Kala
untuk menghadap Sanghyang Jagatnata.
Batara
Kala kembali menuruti perintah Ki dalang yang tidak lain adalah Batara
Wisnu. Ia segera terbang ke udara menuju Suralaya. Dalam pertemuan itu
kelak Sanghyang Jagatnata menjodohkan Batara Kala dengan Permoni.
Pasukan
Medang Kemulan selain bersenjata lengkap mereka juga membawa berbagai
macam peralatan untuk mengusir hama dan bintang perusak tanaman padi.
Dipimpin langsung oleh Sri Mahapunggung, seluruh prajurit Medang terjun
ke gelanggang pesawahan. Mereka mengibas-kibaskan tangkai aren dan
peralatan pengusir hama lainnya.
Riuh hama berterbangan di udara. Jumlahnya yang sangat banyak mengotori pandangan mata.
Sri
Mahapunggung segera mengeluarkan kesaktiannya. Hama-hama yang
berterbangan, tikus2 sawah yang berlarian semuanya berubah wujud menjadi
bala tentara raksasa.
Pertempuran terjadi antara pasukan Medang dengan pasukan raksasa yang dimpin oleh Bubaksangkala.
Hiruk
pikuk suara pertempuran terdengar. Bergemelentrangannya suara adu
senjata, jeritan-jeritan kesakitan dan pekikan-pekikan membunuh
terdengar bersahutan. Sadana, Puring Gading, Bagong, Petruk dan Gareng
tidak ketinggalan, mereka bahu membahu menerjang ke medan perang
menghalau musuh. Sementara, Prabu Bubaksangkala berhadapan langsung
dengan Prabu Sri Mahapunggung. Keduanya bertempur sangat sengit,
sama-sama mengeluarkan kesaktian dan kedigjayaan. Dan pada akhirnya
Bubaksangkala palastra diujung pusaka Sri Mahapunggung. Semua
balatentaranya pun binasa. Medang Kemulan mendapat kemenangan. Seluruh
rakyat Medang bersorak menyambut kemenangan.
Diakhir
pertempuran munculah Togog dari rerimbunan semak menghampiri Semar.
Badranaya terkejut melihat Togog, mereka lalu berpelukan melepaskan
rindu karena telah lama tidak saling bertemu.
Semar
menasehati Togog agar tetap sabar dalam menghadapi ujian, karena
sepanjang apapun sebuah perjalanan, tetap saja akan menemui titik
akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar