Tribuana (Bagian 9, Dewi Uma menjadi raksesi)
Pada suatu hari Sanghyang Manikmaya mengajak Dewi Uma berpesiar ke
angkasa raya untuk menikmati keindahan marcapada dengan mengendarai
Lembu Andini. Mereka berdua bersuka cita sebagai pasangan kekasih yang
sedang dimabuk cinta. Namun pada saat mereka melintasi samudralaya,
hembusan angin laut sempat menyingkapkan helai kain Dewi Uma sehingga
bagian dari tubuhnya yang indah terlihat membangkitkan desiran rasa
yang meletup-letup disanubari Hyang Manikmaya. Putra Sanghyang Tunggal
yang sedang dilanda rasa itu membujuk Dewi Uma untuk melakukan
peraduan di atas lembu Andini yang sedang melintasi samudralaya. Dewi
Uma menolak secara halus, sebab menurutnya sebagai seorang Bathara dan
Bathari tidaklah pantas melakukan peraduan di tengah perjalanan,
apalagi melakukannya di atas seekor lembu yang sedang mereka kendarai.
Sanghyang Jagatnata yang sudah terbakar nafsu birahinya itu terus
membujuk istrinya. Karena kesalnya, Dewi Uma menjadi marah kepada
Sanghyang Jagatnata. Ia mengatakan bahwa prilaku Sanghyang Jagatnata
tidak seperti seorang Raja Tribuana, tetapi prilaku seperti itu lebih
layak dikatakan seperti Denawa (raksasa). Ajaib! Seketika itu juga dari
mulut Hyang Jagatnata tumbuh taring menyerupai raksasa, dan sejak
saat itu kutukan Hyang Tunggal kembali ia jalani, dan namanya kini
bertambah menjadi Sanghyang Randuana. Namun rasa yang sudah terlanjur
membakar birahinya pun telah keluar menjadi benih bersama dengan
kutukan Dewi Uma. Benih dari Sanghyang Jagatnata jatuh ditengah
samudralaya, benih itu terus tenggelam diantara gelapnya dasar
samudralaya.
Sekembalinya ke Suralaya, Sanghyang Jagatnata marah atas perlakuan istrinya yang telah menyupatai dirinya hingga bertaring. Pertengkaran diantara mereka pun terjadi sangat sengit sehingga tanpa sadar Sanghyang Jagatnata sendiri mengatakan bahwa perilaku Dewi Uma yang suka mengutuk suaminya itu juga tidak ubahnya seperti seorang raksesi (raksasa wanita). Seketika itu juga wajah dan penampilan Dewi Uma yang tadinya cantik mempesona berubah menjadi seorang raksesi. Dewi Uma menjerit menangis ketika melihat perubahan pada jasmaninya. Sanghyang Jagatnata menyesal atas ucapannya itu. Pada kesehari-hariannya Dewi Uma hanya bisa menangis meratapi nasibnya, ia selalu mengurung diri di dalam kamarnya, tidak mau menampakan diri lagi dibalai agung Jonggring Salaka. Dampar kencana mercupunda yang indah itu terasa kosong, seperti ada sesuatu yang hilang yang menjadi pelengkap keindahannya. Sanghyang Jagatnata hanya bisa merenung menyesali diri, ia merasa sangat bersalah atas peristiwa tersebut. Ia lalu bermujasmedi meminta petunjuk ayahandanya di Sunyaruri. Dalam petunjuk yang ia dapat dari ayahandanya, ia diperintahkan untuk datang ke negeri Merut, menjelaskan persoalan yang telah menjadi kemelut anatara dirinya dengan Dewi Uma. Dan Sanghyang Jagatnata diperintahkan oleh Hyang Tunggal untuk meminta salah satu buah ranti yang telah matang yang terletak di dalam taman istana Merut.
Setelah mendapat petunjuk dari ayahandanya, Sanghyang Jagatnata dengan mengendarai lembu Andini melesat menuju negeri Merut. Di istana Merut ia disambut gembira oleh Prabu Umaran dan Dewi Nurweni, walau kedatangan Jagatnata itu sebenarnya dirasakan ganjil oleh mereka. Sanghyang Jagatnata dengan sangat menyesal menceritakan peristiwa yang telah menimpa dirinya dan Dewi Uma. Prabu Umaran dan Dewi Nurweni terkejut, mereka sangat terpukul mendengar penuturan menantunya. Akan tetapi Sanghyang Jagatnata juga menceritakan petunjuk yang telah ia dapat dari ayahandanya, maka ia meminta kepada Prabu Umaran untuk memberikannya buah ranti sesuai dengan petunjuk yang ia dapat. Mereka lalu menuju taman yang di dalamnya terdapat pohon ranti. Sanghyang Jagatnata kemudian memetik salah satu buah ranti yang sudah matang. Dalam genggaman tangannya, buah ranti itu dibelah menjadi dua. Secara ajaib buah ranti yang terbelah itu dari dalamnya keluar sinar yang kemudian membentuk sosok tubuh dan berubah menjadi seorang gadis jelita yang rupanya sangat mirip dengan Dewi Uma, membuat Prabu Umaran dan Dewi Nurweni menjadi terkejut bercampur gembira. Kemudian gadis jelmaan buah ranti itu diberinama Dewi Ranti atau Umaranti (Parwati), ia kemudian diangkat anak oleh Prabu Umaran dan Dewi Nurweni, lalu diserahkan kepada Sanghyang Jagatnata untuk dijadikan istrinya menggantikan Dewi Uma.
Kini Dewi Ranti menggantikan posisi Dewi Uma yang sudah tidak ingin lagi tampil di paseban agung Jonggring Salaka. Dewi Ranti sangat patuh dan setia kepada Hyang Jagatnata dan Dewi Uma, sehingga Dewi Uma menjadi sangat sayang kepada Dewi Ranti. Dari pernikahannya dengan Dewi Ranti, Sanghyang Jagatnata dikaruniai beberapa orang putra, yaitu Batara Cakra (Sakra), Batara Mahadewa, Batara Asmara, dan Batara Aswin (dewa kembar). Ke-empat putra Sanghyang Jagatnata ini menjadi pengurus tatanan Suralaya, mereka tinggal di kahyangan Mayaretna.
Sekembalinya ke Suralaya, Sanghyang Jagatnata marah atas perlakuan istrinya yang telah menyupatai dirinya hingga bertaring. Pertengkaran diantara mereka pun terjadi sangat sengit sehingga tanpa sadar Sanghyang Jagatnata sendiri mengatakan bahwa perilaku Dewi Uma yang suka mengutuk suaminya itu juga tidak ubahnya seperti seorang raksesi (raksasa wanita). Seketika itu juga wajah dan penampilan Dewi Uma yang tadinya cantik mempesona berubah menjadi seorang raksesi. Dewi Uma menjerit menangis ketika melihat perubahan pada jasmaninya. Sanghyang Jagatnata menyesal atas ucapannya itu. Pada kesehari-hariannya Dewi Uma hanya bisa menangis meratapi nasibnya, ia selalu mengurung diri di dalam kamarnya, tidak mau menampakan diri lagi dibalai agung Jonggring Salaka. Dampar kencana mercupunda yang indah itu terasa kosong, seperti ada sesuatu yang hilang yang menjadi pelengkap keindahannya. Sanghyang Jagatnata hanya bisa merenung menyesali diri, ia merasa sangat bersalah atas peristiwa tersebut. Ia lalu bermujasmedi meminta petunjuk ayahandanya di Sunyaruri. Dalam petunjuk yang ia dapat dari ayahandanya, ia diperintahkan untuk datang ke negeri Merut, menjelaskan persoalan yang telah menjadi kemelut anatara dirinya dengan Dewi Uma. Dan Sanghyang Jagatnata diperintahkan oleh Hyang Tunggal untuk meminta salah satu buah ranti yang telah matang yang terletak di dalam taman istana Merut.
Setelah mendapat petunjuk dari ayahandanya, Sanghyang Jagatnata dengan mengendarai lembu Andini melesat menuju negeri Merut. Di istana Merut ia disambut gembira oleh Prabu Umaran dan Dewi Nurweni, walau kedatangan Jagatnata itu sebenarnya dirasakan ganjil oleh mereka. Sanghyang Jagatnata dengan sangat menyesal menceritakan peristiwa yang telah menimpa dirinya dan Dewi Uma. Prabu Umaran dan Dewi Nurweni terkejut, mereka sangat terpukul mendengar penuturan menantunya. Akan tetapi Sanghyang Jagatnata juga menceritakan petunjuk yang telah ia dapat dari ayahandanya, maka ia meminta kepada Prabu Umaran untuk memberikannya buah ranti sesuai dengan petunjuk yang ia dapat. Mereka lalu menuju taman yang di dalamnya terdapat pohon ranti. Sanghyang Jagatnata kemudian memetik salah satu buah ranti yang sudah matang. Dalam genggaman tangannya, buah ranti itu dibelah menjadi dua. Secara ajaib buah ranti yang terbelah itu dari dalamnya keluar sinar yang kemudian membentuk sosok tubuh dan berubah menjadi seorang gadis jelita yang rupanya sangat mirip dengan Dewi Uma, membuat Prabu Umaran dan Dewi Nurweni menjadi terkejut bercampur gembira. Kemudian gadis jelmaan buah ranti itu diberinama Dewi Ranti atau Umaranti (Parwati), ia kemudian diangkat anak oleh Prabu Umaran dan Dewi Nurweni, lalu diserahkan kepada Sanghyang Jagatnata untuk dijadikan istrinya menggantikan Dewi Uma.
Kini Dewi Ranti menggantikan posisi Dewi Uma yang sudah tidak ingin lagi tampil di paseban agung Jonggring Salaka. Dewi Ranti sangat patuh dan setia kepada Hyang Jagatnata dan Dewi Uma, sehingga Dewi Uma menjadi sangat sayang kepada Dewi Ranti. Dari pernikahannya dengan Dewi Ranti, Sanghyang Jagatnata dikaruniai beberapa orang putra, yaitu Batara Cakra (Sakra), Batara Mahadewa, Batara Asmara, dan Batara Aswin (dewa kembar). Ke-empat putra Sanghyang Jagatnata ini menjadi pengurus tatanan Suralaya, mereka tinggal di kahyangan Mayaretna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar