Setelah lama berkuasa di Kahyangan Malwadewa, Sanghyang Nurcahya yang
telah dikarunia seorang putra dengan Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni),
selanjutnya menyerahkan tahta Malwadewa kepada putranya yang telah
beranjak dewasa, Sanghyang Nurrasa.
Selain
menyerahkan kahyangan Malwadewa, Sanghyang Nurcahya juga menyerahkan
seluruh kesaktian pusakanya, antara lain Cupu Manik Astagina, Lata
Maosadi (Pohon Rewan / Pohon Kehidupan, Oyod Mimang, Kalpataru), dan
Sesotya Retna Dumillah. Selanjutnya Sanghyang Nurcahya menciptakan
Pustaka Darya, yang adalah serat (kitab) yang menyatu dalam budi. Serat
(kitab) tersebut berwujud suara tanpa sastra (tanpa tulis). Membacanya
dengan "cipta sasmita" (kemampuan batin). Berisi kisah perjalanan Sang
Hyang Nurcahya sendiri. Setelah menyerahkan semuanya kepada Sanghyang
Nurrasa, Sanghyang Nurcahya meraga menjadi satu dengan Sanghyang
Nurrasa.
Dalam kisahnya Sanghyang Nurrasa menikah dengan Dewi
Sarwati putri Prabu Rawangin raja jin Pulau Darma yang tidak lain adalah
kakeknya. Dari perkawinannya itu, mereka dikarunia beberapa anak yang
terlahir "Sotan" (suara yang samar-samar tanpa wujud). Masing-masing
hanya terdengar suaranya saja. Suara-suara itu bersahut-sahutan seperti
berebut siapa yang lebih tua.
Sanghyang Nurrasa kemudian
mengheningkan cipta, masuk ke alam gaib. Dengan kesaktiannya, ia bisa
melihat wujud putra-putranya itu. Dua suara yang lebih besar berada di
depan, dan yang satu bersuara kecil berada di belakang. Keduanya bisa
terlihat setelah disiram dengan Tirtamarta Kamandalu. Sanghyang Nurrasa
akhirnya menetapkan, bahwa yang di belakang lebih tua daripada yang di
depan.
Putra bersuara kecil yang ada di belakang itu diberi nama
Sanghyang Darmajaka, sementara dua putra yang bersuara besar yang ada di
depan, kembar diberi nama Sanghyang Wenang dan Sanghyang Wening.
Peristiwa tersebut diceritakan terjadi pada tahun 2900 Matahari, atau
tahun 2989 Bulan.
Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarwati
melahirkan seorang putra lagi, kali ini berwujud 'akyan' (jasad halus).
Putra ketiga tersebut diberi nama Sanghyang Taya.
Setelah
putra-putranya dewasa, Sanghyang Nurrasa mewariskan semua ilmu
kesaktiannya kepada mereka. Namun diantara mereka hanya Sanghyang Wenang
yang paling berbakat sehingga terpilih sebagai ahli waris Kahyangan
Malwadewa. Sanghyang Nurrasa kemudian turun takhta dan menyatu ke dalam
diri Sanghyang Wenang.
Tlg.. dicermati. Jngn menyalahkn jg mbenarkan. Kmbalikan pd dirimu dan Tuhanmu.
BalasHapus